JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA
KULIAH EKOLOGI HEWAN
Dosen Pembina
|
HUSAMAH, S.Pd
| |
Program Studi
|
PENDIDIKAN BIOLOGI
|
|
Nama Mahasiswa dan NIM/Kelas
|
ELISA MUNAWAROH
201110070311113 / IV C
|
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
APRIL 2013
PETUNJUK
PENGERJAAN TAKE HOME
1.
Untuk
memahami soal-soal take home ini, sebaiknya Anda berdiskusi dengan teman. Lalu
kemudian, silahkan jawab sesuai dengan literatur yang Anda miliki dan sesuai
dengan pemahaman masing-masing. Jawaban yang menurut dosen pembimbing memiliki
tingkat kesamaan tinggi/mencurigakan maka tidak akan diproses!
2.
Setiap
jawaban sebaiknya juga dilengkapi dengan literatur. Jadi, jawab dulu sesuai
dengan pemahaman Anda dan dukung dengan literatur! Tuliskan literatur yang anda
gunakan pada bagian akhir. Jawaban yg bersumber dari buku dan jurnal ilmiah
maka akan ada nilai tambah.
3.
Perhatikan
teknik penulisan, banyak sedikitnya salah ketik dan kebakuan kalimat juga
menjadi penilaian!
4.
Jawaban
ini juga harus di-upload di blog masing-masing. Jika Anda bisa me-linkan
jawaban dengan literatur maka ada nilai tambah.
SOAL
1.
Konsep waktu-suhu yang berlaku pada
hewan poikilotermik sangat berguna
aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya
dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan
contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di
Probolinggo Tahun 2010.
2.
Jelaskan pemanfaatan
konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulus
hidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!
3.
Jelaskan aplikasi konsep interaksi
populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian
biologis. Berikan contohnya!
4.
Nilai sikap dan karakter apa
yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi
hewan? Berikan contoh riilnya!
5.
Uraikan satu contoh pemanfaatan
indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai
dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!
6.
Apakah manfaat pengetahuan tentang relung
bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan
kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh
sama)!
JAWABAN :
1.
Konsep waktu-suhu yang berlaku pada
hewan poikilotermik sangat berguna aplikasinya
dalam pengendalian hama pertanian, khususnya
dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan
contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di
Probolinggo Tahun 2010.
Konsep
waktu adalah pengenalan batasan terhadap seluruh saat sesuatu keadaan berada
atau berlangsung. Salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi
kehidupan hewan adalah suhu. Suhu lingkungan mampu memberikan pengaruh yang
berbeda-beda pada setiap individu hewan. Variasi suhu lingkuangan alami
mempunyai dampak yang ditimbulkan yaitu peranan potensial dalam menentukan
proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. Oleh karena itu,
suhu mampu menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan (Sukarsono,2009).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi kehidupan hewan. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada hewan. Adanya variasi suhu lingkungan memiliki peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. Sudut pandang ekologi, suhu lingkungan sangat penting terutama bagi hewan poikiloterm untuk aktivitas dan pengaruh terhadap laju perkembangannya. Sehingga, hewan poikiloterm memerlukan kombinasi faktor suhu lingkungan dan faktor waktu untuk pertumbuhannya. Hewan poikiloterm tidak dapat tumbuh dan berkembang jika suhu lingkungannya berada diatas atau dibawah batas ambangnya, karena suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh hewan tersebut. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier. Hewan-hewan poikiloterm memiliki lama waktu perkembangan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, pernyataan berapa lamanya waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan pada suhu berapa berlangsungnya proses perkembangan itu, karena pada hewan poikiloterm, waktu (berlangsungnya proses perkembangan) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu yang seringkali dinamakan waktu fisiologis itu mempunyai arti penting (Yayuk, 2012).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi kehidupan hewan. Suhu lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada hewan. Adanya variasi suhu lingkungan memiliki peranan potensial dalam menentukan proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan populasi hewan. Sudut pandang ekologi, suhu lingkungan sangat penting terutama bagi hewan poikiloterm untuk aktivitas dan pengaruh terhadap laju perkembangannya. Sehingga, hewan poikiloterm memerlukan kombinasi faktor suhu lingkungan dan faktor waktu untuk pertumbuhannya. Hewan poikiloterm tidak dapat tumbuh dan berkembang jika suhu lingkungannya berada diatas atau dibawah batas ambangnya, karena suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh hewan tersebut. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier. Hewan-hewan poikiloterm memiliki lama waktu perkembangan yang berbeda-beda. Dengan kata lain, pernyataan berapa lamanya waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan pada suhu berapa berlangsungnya proses perkembangan itu, karena pada hewan poikiloterm, waktu (berlangsungnya proses perkembangan) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu yang seringkali dinamakan waktu fisiologis itu mempunyai arti penting (Yayuk, 2012).
Salah
satu contoh peledakan populasi yang bisa dilihat adalah pada kejadian peledakan
ulat bulu di daerah Probolinggo, dalam hal itu bisa diperkirakan karena adanya
faktor pemicu utama yaitu kenaikan kelembapan udara yang menyebabkan kenaikan
suhu lingkungan. Hal ini akan menyebabkan kenaikan populasi, ledakan populasi
terjadi juga karena adanya erupsi gunung bromo yang berada disekitar daerah
probolinggo. Hal ini erupsi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
ledakan populasi ulat bulu yang berada di daerah Probolinggo, adanya ulat bulu
yang terjadi diprobolinggo juga disebabkan karena hilangnya faktor keseimbangan
alami untuk sementara waktu. Sebagai
suatu sistem alam juga memiliki komponen-komponen yang menciptakan keseimbangan
dan pada saat salah satu komponen tersebut mengalami gangguan keseimbangan maka
populasi tersebut akan terganggu.
Serangan
ulat bulu yang terjadi di Probolinggo juga dikarena adanya perubahan iklim yang
menyebabkan perkembangbiakan ulat menjadi lebih cepat dalam waktu sekitar 4-5
minggu yang dikarenakan kondisi lingkungan yang lembab dengan temperatur yang
cukup tinggi. Selain itu karena keberadaan musuh alami ulat bulu ini berkurang
seperti semut rangrang dan burung. Berkurangnya musuh alami ini yang disebabkan
dengan maraknya pemburuan burung dan semut rangrang dengan merusak tempat
tinggalnya karena larva semut rangrang digunakan sebagai pakan burung dan
adanya pengaruh yang merupakan salah satu faktor hayati, selain itu dipengaruhi
juga oleh faktor nonhayati dengan perubahan iklim global yang menjadi faktor
utama, akibat dari adanya perubahan faktor iklim maka perubahan suhu dan
kelembapan udara juga terjadi. Selain itu, adanya pemakaian insektisida yang
berlebihan yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan populasi serangga
parasetoid ini berkurang. Terganggunya keseimbangan ekosistem pertanian inilah
yang menjadikan ledakan sarang ulat bulu (Yuliantoro, 2012).
2. Jelaskan pemanfaatan
konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulus
hidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!
Konsep kelimpahan, intensitas dan prevelensi,
disperse, fekunditas dan kelulushidupan bermanfaat dalam penetapan hewan langka.
Penetapan
angka hewan merupakan suatu penetapan jumlah kepadatan hewan pada suatu
ekositem. Penetepan angka hewan dipengaruhi oleh kelimpahan, intensitas dan
prefelensi, dispersi, fekunditas dan kelulushidupan hewan tersebut. Jadi, jika
kelimpahan suatu hewan meningkat maka akan
mempengaruhi intensitas dan preferensi. Suatu spesies hewan yang
prevalensinya tinggi dapat lebih sering dijumpai sedangkan spesies yang
prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas hanya ditemui di
tempat tertentu. Intensitas dan
preferensi spesies hewan akan membentuk pola pola dispersi yang diantaranya
bergerombol, seragam dan acak. Setelah membentuk pola-pola dispersi akan
melakukan fekunditas dan setelah itu hewan akan mengalami persaingan hidup
untuk mempertahankan angka kelulushidupan hewan.
Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua
aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas
menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni
spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati
spesies dalam konteks daerah yang lebih luas. Suatu spesies hewan yang
prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang
prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya
ditemui di tempat tertentu. Dispersi (Dispersion) merupakan pola penjarakan antar individu
dalam perbatasan populasi. Pola dispersi meliputi menggerombol yaitu
individu-individu hidup mengelompok dalam topok, seragam atau uniform berjarak
sama diakibatkan dari interaksi langsung antara individu-individu dalam
populasi, acak (random) yaitu penjarakan yang tidak bisa diprediksi, posisi
setiap individu tidak bergantung pada individu lain. Frekunditas
Secara umum berarti kemampuan untuk bereproduksi. Dalam biologi, frekunditas
adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang diukur
berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual. Dalam bidang
demografi , frekunditas adalah kapasitas reproduksi potensial suatu individu
ataupun populasi. Frekunditas berada dibawah kontrol genetik maupun lingkungan
dan merupakan ukuran utama kebugaran biologi suatu spesies. Kelulushidupan
Kelulushidupan hewan adalah perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada
akhir percobaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal percobaan.
Kelulushidupan juga merupakan peluang hidup dalam suatu saat tertentu. Faktor
yang mempengaruhinya adalah biotik (kompetitor, parasit, umur, kepadatan
populasi, dan kemampuan adaptasi) dan abiotik (sifat fisika dan sifat kimia
dari lingkungan) (Soetjipta, 1993).
3. Jelaskan aplikasi konsep
interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam
pengendalian biologis. Berikan contohnya!
Kompenen mahluk
hidup yang satu dengan yang lainya terjadi karena hubungan yang saling
mempengaruhi secara dinamis, mahluk hidup selalu memiliki hubuangan atau
interaksi terhadap semuah mahluk hidup satu dengan yang lain. Hal ini merupakan
hubungan antara komponen-komponen satu dengan yang lain tidaklah sederhana dan
statis, tetapi mengalami perubahan yang sangat variatif. Komunitas sendiri
merupakan suatu populasi setiap organisme yang menempati daerah tertentu dan
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, Interaksi antar populasi dapat
dikategorikan dalam parasitisme, parasitoidisme, dalam pengendalian biologis.
Parasitisme merupakan bentuk pemangsaan yang
dilakukan oleh sekelompok hewan parasit terhadap entuk pemangsaan
yang dilakukan oleh hewan parasit terhadap tubuh inangnya. Beberapa ciri khas
parasitisme adalah tubuh parasit pada umunya jauh lebih kecil dibandingkan
tubuh inangnnya, dalam jangka waktu pendek parasit tidak membunuh inangnya
tetapi dalam jangka waktu panjang parasit dapat membunuh inangnya, satu ekor
parasit pada umumnya hanya menyerang satu ekor inang selam hidupnya, parasit
dapat menyerang inangnya dari dalam (endoparasit) dan dapat juga menyerang dari
luar (ektoparasit). Dalam interaksi parasitisme dilakukan oleh tumbuhan atau
hewan tingkat rendah yang bersifat menumpang dan menghisap sari makanan dari
hewan atau tumbuhan, contoh dari parasitisme adalah plasmodium dengan manusia, dan benalu dengan pohon inangnya. Parasitoidisme adalah bentuk pemangsaan yang
sangat khas yang dilakukan oleh sejenis serangga terhadap jenis serangga yang
lain. Dalam hal ini, serangga parasitoid meletakkan telurnya pada atau dekat
dengan serangga inangnya. Ketika nanti telur itu menetas, maka larva yang
terbentuk akan memakan tubuh serangga inangnya sambil menjalani pertumbuhan dan
perkembangan lebih lanjut. Dengan demikian biasanya serangga inangnya sudah
terbunuh sebelum atau selama parasitoid menjalani stadium kepompong, contohnya Hymenoptera
dan diptera yang termasuk insecta, mereka mampu hidup secara bebas diwaktu
dewasa (Lomuwa, 2012).
4. Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika
belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!
Nilai sikap dan
karakter yang ditanamkan dalam pembelajaran konsep-konsep ekologi hewan yaitu
nilai religi, alam dan sosial. Ekologi merupakan suatu kajian yang mencangkup
tentang tumbuhan, hewan, dan organisme lainya yang berhbungan antara satu sama
lainya dalam lingkungan atau habitat mereka. Nilai religi yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran ekologi yaitu dengan cara melestarikan semuah mahluk hidup
yang ada didunia baik dengan cara konservasi atau cara yang lain agar interaksi
antar mahluk hidup dapat terjalin dengan baik, dalam Al-Quraan juga dijelaskan
bahwasanya sesama mahluk hidup harus saling menjaga interaksi yang baik dan
tidak boleh saling membunuh antara yang satu dengan yang lainya. Tuhan Yang
Maha Esa dengan keindahan dan berbagai macam makhluk hidup khususnya hewan
diciptakan dengan segala bentuk dan jenis, hal tersebut tentunya harus
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan cara merawatnya karena hewan
membantu kita dalam memenuhi kebutuhan sebagai bahan makanan dan sebagai
kebutuhan sandang. Nilai alam dan sosial juga sebagai pendukung
dari nilai religi karena tanpa adanya saling keterkaitan konsep nilai yang
diterapkan tidak dapat berjalan, dimana nilai-nilai alam yaitu memahami
bagaimana relungnya (niche), mampu mengenal dari pengelompokan yang didasarkan
atas spesiesnya, mengetahui cara interaksi dalam habitatnya dengan mahluk hidup
yang lainya. Sedangkan nilai sosialnya dapat diterapkan dalam bidang pertanian,
peternakan, yang didasarkan sebagai konservasi yang mampu menghasilkan nilai
tambahan bagi manusia dalam pelestarianya. Contoh yang dapat diterapkan dalam
penerapan nila-nilai dalam pembelajaran ekologi hewan, yaitu pemeliharaan
kucing dimana manusia dapat berinteraksi dengan kucing karena adanya interaksi
tingkah pola kucing yang diajarkan pada masa kecilnya, sehingga kucing bisa
melakukan aktivitasnya sendiri maupun aktivitas yang bisa menguntungkan manusia
yang merawatnya.
5.
Uraikan satu contoh pemanfaatan
indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai
dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!
Salah satu indikator hewan yang dapat digunakan
sebagai monitoring kondisi lingkungan adalah Lintah (Hirudo
medicinalis) merupakan organisme yang tergolong sebagai makrozoobentos. Pengelompokkan spesies
makrozoobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran bahan organik, yaitu
kelompok intoleran, fakultatif dan toleran.
1) Organisme intoleran yaitu
organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan
yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme ini
tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.
2) Organisme fakultatif yaitu
organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih
besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini
dapat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak toleran
terhadap tekanan lingkungan.
3) Organisme toleran yaitu organisme
yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas,
yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek. Pada
umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan
kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh bahan organik.
Lintah
merupakan organisme yang masih dapat ditemukan pada lingkungan yang tercemar,
sehingga termasuk ke dalam organisme toleran. Menurut Lenat (2003) dalam
Koperski (2005), umumnya spesies lintah dapat ditemukan pada habitat eutrofik, poly-saprobic,
dan lingkungan yang mengalami tekanan menengah maupun tekanan yang tinggi. Salah satu cara
yang digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi di dalam suatu ekosistem
adalah pemanfaatan bioindikator. Bioindikator
ekologis adalah mahluk yang diamati penampakannya untuk dipakai sebagai
petunjuk tentang keadaan kondisi lingkungan dan sumber daya pada habitatnya
(Anonymous, 2012)
6. Apakah manfaat pengetahuan
tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka,
lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak
boleh sama)!
Manfaat relung ekologi untuk
aktivitas konservasi adalah sebagai penggunaan sumber daya biotik dan abiotik
oleh organisme yang secara teoritis mampu digunakan oleh suatu populasi dibawah
keadaan ideal dan manfaat lain juga sebagai bahan acuan memahami dan mengatasi
masalah kondisi dan sumberdaya yang membatasi atau secara potensian
membatasi suatu populasi hewan. Relung ekologi suatu (individu, populasi) hewan
adalah status fungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan
dengan adaptasi-adaptasi fisiologis, struktural dan pola perilakunya. Sebuah
relung bisa menggambarkan kaitan utilitasi (penggunaan) ruang atau spasial,
kosumsi makanan, kisaran temperatur, syarat-syarat yang sesuai untuk reproduksi
(kawin), kelembaban, dan faktor-faktor lain. Relung tidak sama dengan habitat,
tempat dimana suatu organisme hidup (Sukarsono.2012).
Salah satu contoh hewan langka yang ada di
Indonesia adalah Bekantan (Nasalis larvatus) dapat meningkatkan
biodiversitas tumbuhan di habitatnya melalui cara makanan yang mengurangi
jumlah biji tumbuhan dominan, sehingga memberikan kesempatan bagi biji tumbuhan
yang tidak dominan untuk tumbuhan dan berkembang. Ciri-ciri utama
yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung
panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan. Fungsi
dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin
disebabkan oleh seleksi alam.
Monyet bet
lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya
inilah, bekantan dikenal juga sebagai monyet
Belanda. Dalambahasa yunani
disebut bangkatan. Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina.
Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai 24kg. Monyet betina
berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar,
sebagai hasil dari kebiasaan mengonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan
biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas
pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan
jadi membuncit.
Bekantan
tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa dan hutan pantai di
pulau Borneo (kalimantan,
Sabah, Serawak dan Brunai). Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas
pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32
monyet. Sistem sosial bekantan pada dasarnya adalah One-male group, yaitu satu
kelompok terdiri dari satu jantan dewasa, beberapa betina dewasa dan anak-anaknya.
Selain itu juga terdapat kelompok all-male, yang terdiri dari beberapa bekantan
jantan. Jantan yang menginjak remaja akan keluar dari kelompok one-male dan
bergabung dengan kelompok all-male. Hal itu dimungkinkan sebagai strategi
bekantan untuk menghindari terjadinya inbreeding. Bekantan juga dapat berenang
dengan baik, kadang-kadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain.
Untuk menunjang kemampuan berenangnya, pada sela-sela jari kaki bekantan
terdapat selaputnya. Selain mahir berenang bekantan juga bisa menyelam dalam
beberapa detik, sehingga pada hidungnya juga dilengkapi semacam katup. Bekantan
merupakan maskot
fauna provinsi Kalimanatan Selatan, berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan
penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan
populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN. Spesies ini didaftarkan dalam CITES
Appendix I
DAFTAR
PUSTAKA
-Baliadi,
yuliantoro dkk.2012. Ulat Bulu Tanaman Mangga Di
Probolinggo:Identifikaso, Sebaran, Tingkat Serangan,Pemicu, dan Cara
Pengendalian.Malang : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
·Sukarsono.
2009. Ekologi Hewan. UMM PRESS; Malang
·Sukarsono.
2012. Ekologi Hewan. UMM PRESS; Malang
· Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan.
Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
· Anonymous. 2012. Ilmu Ekologi
Tumbuhan. file:///D:/lintah-hirudo-medicinalis-sebagai- bioindikator-pencemaran-lingkungan-perairan-tawar-393972.ht